Oleh : Dania Puti Rendi
Mediaoposisi.com-(Bidang Pengkajian Riset dan Pengembangan
Keilmuan Psikologi Hima Prodi Psikologi Islam UIN Imam Bonjol Padang)
Tagar #saveriau memenuhi jagat dunia maya, tidak
terlepas pula dari kalangan mahasiswa UIN Imam Bonjol Padang, khususnya masyarakat
Psikologi Islam, juga berlomba-lomba memviralkan tagar tersebut. Bahkan sejak
beberapa waktu lalu telah memulai penggalangan dana untuk korban kabut asap di
tanah melayu, Riau. Sebagai bentuk kepedulian mahasiswa Psikologi terhadap apa yang
tengah dialami saudara kita.
Memang, lagi-lagi kabut asap menyelimuti
Provinsi Riau. Kini, provinsi tersebut ibaratkan memiliki 3 musim, yakni musim
hujan, kemarau dan musim asap. Bagaimana tidak, persoalan kabut asap ini
terjadi setiap tahunnya.Dikutip dari Kompas.com, Kamis (12/9/2019), jarak
pandang di Pekanbaru hanya sekitar 800 meter dan Papan Indeks Standar
Pencemaran Udara (ISPU) di depan kantor Wali Kota Pekanbaru berada di level
tidak sehat. Luas hutan dan lahan yang terbakar di Riau sejak 1 Januari hingga
9 September 2019 total 6.464 hektare.
Kabut asap tidak hanya mencemari daerah
Riau saja, tapi sampai mencemari ke wilayah-wilayah Sumatera dan Malaysia.
Badan Pusat Meteorologi Khusus ASEAN (ASMC) memaparkan gambar citra satelit
yang menunjukkan kebakaran hutan di Sumatera dan Riau terus memburuk dalam
beberapa hari terakhir hingga mencapai tingkat kabut asap sedang meningkat dan
akan terus menyebar ke Malaysia termasuk Negara bagian Sarawak, Malaysia,
hingga Singapura.
Akibat 5 pekan kabut asap Karhutla, banyak
korban yang menderita penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).
Sedikitnya ada 32 ribu warga Sumatera Selatan yang sudah terkena ISPA sejak
kualitas udara memburuk akibat asap.
Berdasarkan data yang dihimpun Dinas Kesehatan Sumatera Selatan, total
penderita ISPA sejak pekan pertama Agustus hingga pekan pertama September yakni
32.815 penderita. Sebanyak 14.702 atau 44,80 persen merupakan bayi berusia di
bawah 5 tahun.
Bagaimana Bisa Kabut Asap Berefek kepada Kesehatan
Mental?
Dari fakta di atas membuat kita semakin
teriris, karena begitu besar dampak dari adanya kabut asap. Tidak hanya fisik yang
menjadi korban, ternyata polusi udara akibat kabut asap menyumbang banyak kerugian
mental bagi para korban. Ini merupakan fakta baru yang kita lihat terkhusus
bagi rekan yang menggeluti bidang Psikologi yang mengkaji lebih terkait hubungan
mental seseorang dengan lingkungan tempat dia menetap.
Dilansir dari tirto.id,Studi Afif Khan
bersama koleganya dalam penelitian terbaru mereka yang dipublikasikan pada
Agustus 2019 menemukan hubungan erat polusi lingkungan dengan peningkatan
risiko gangguan kejiwaan.Penelitian yang dilakukan oleh Khan, dkk. dan Roberts,
dkk. jelas membuktikan bahwa polusi udara tak hanya membawa dampak bagi
kesehatan fisik, tapi juga kesehatan mental penduduknya.
Bagaimana tidak, “Pada kasus skizofrenia
[di Denmark] kami mencatat peningkatan kasus sebesar 148% pada daerah dengan
kualitas udara yang paling buruk (Q7) jika dibandingkan dengan daerah yang
memiliki kualitas udara terbaik (Q1). Sedangkan gangguan bipolar meningkat
29,4% dan 24,3% pada kategori Q6 dan Q7 jika dibandingkan dengan Q1,” tulis
Khan, dkk. dalam studi tersebut.
Dalam studi Jacob King berjudul “Air
pollution, mental health, and implications for urban design: a review” (2018)
memaparkan bahwa paparan O3 dan PM2.5 secara terus-menerus bisa mengakibatkan
kerusakan neurovaskular. Gangguan pada sistem saraf itulah yang menyebabkan
tekanan pada otak manusia.
Lalu apa Solusi Haqiqi yang Ditawarkan??
Berdasarkan, data-data tersebut di atas
membuktikan betapa bahayanya kabut asap yang menimpa saudara-saudara kita di Riau.
Harus ada solusi tuntas yang mampu mencegah penyakit fisik maupun mental
terjadi. Mengkaji solusi, maka kita harus melihat apa yang menjadi akar
permasalahan, tidak hanya melihat dampak saja lalu merancang bagaimana cara mengatasi
dampak yang terjadi. Karena, yang dibutuhkan saudara kita di Riau tidak hanya
bantuan-bantuan fisik, namun, yang mereka inginkan ialah Riau dan Indonesia tidak
lagi mengalami persoalan serupa dari tahun ke tahun.
Ini bukan, masalah yang disikapi oleh
perorangan atau sekelompok orang saja, tapi lebih luas lagi ini berkaitan
dengan peran masyarakat dan negara. Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin)
mengungkapkan bahwa Kabut asap yang terjadi adalah akibat dari tidak patuhnya
pengusaha dan petani berbasis lahan akan regulasi masyarakat umum tentang
pengelolaan tanah. Padahal gambut di wilayah Riau mudah terbakar karena
maraknya alih fungsi lahan, bentang alam gambut berubah. Akibatnya gambut
kering dan mudah terbakar.
Maka, disini yang harus dilihat adalah
bagaimana kepemilikan lahan yang seharusnya diurus oleh negara bukan para korporasi
yang hanya melihat keuntungan tanpa melihat apa dampak dari ulah tangan-tangan
yang tidak bertanggung-jawab. Apalagi, hukum hari ini tidak memiliki
berdasarkan halal dan haramnya tapi, menilik kepada adanya keuntungan dan
manfaat.
Hanya Islam Solusi Tuntas.
Mulai dari kesehatan mental individu manusia
sampai bagaimana pengelolaan negara terhadap sumber daya alam di atur dalam
Islam. Sungguh indah hukum buatan Sang Maha Pencipta manusia dan alam semesta
ini. Bencana ini hanya bisa diakhiri secara tuntas dengan sistem Islam, yaitu
melalui: pertama, pendekatan Tasyri’ (hukum) yaitu menetapkan bahwa hutan termasuk
kepemilikan umum (milik rakyat), Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,
“Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air
dan api.” (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Pengelolaan hutan sebagai milik umum akan dilakukan oleh negara untuk
kemaslahatan rakyat, bukan kepentingan pengusaha.
Kedua, secara Ijra’i (praktis) yaitu
pemerintah harus melakukan langkah-langkah, manajemen dan kebijakan tertentu;
dengan menggunakan iptek mutakhir serta dengan memberdayakan para ahli dan
masyarakat umum dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan dampak kebakaran
yang terjadi. Solusi tuntas ini hanya bisa diwujudkan dengan penerapan Islam
secara kaffah. Hingga akhirnya masyarakat akan merasakan ketenangan tanpa
merasakan lagi kemelut asap akibat ulah tangan manusia yang tidak bertanggung
jawab. Wallahua'lam. [MO/AS]
Penulis: Dania Puti Rendi
Editor: Andini Sulastri
Posting Komentar