Oleh : Rizkya Amaroddini
(Mahasiswi STEI Hamfara)
Part 2
Mediaoposisi.com- Dalam
data statistik terungkap bahwa pornografi di bulan Oktober tahun 2018 sebesar 868.243, konten negative yang di rekomendasikan
instansi sector 330, konten yang meresahkan masyarakat 23 dan yang melanggar
nilai social budaya 26, jumlah total kasus baik yang di jabarkan dan yang tidak
sebesar 936.097.
Dalam Catahu 2018
ranah privat/personal menunjukan hal baru. Terdapat angka kekerasan terhadap anak perempuan yang
meningkat dan cukup besar yaitu 2.227 kasus. Sementara angka
kekerasan terhadap istri, tetap menempati peringkat pertama yakni 5.167 kasus.
Selain itu, kekerasan dalam pacaran, disusul kasus kekerasan terhadap anak
yaitu 1.873 kasus.
Diranah privat/personal
persentase tinggi adalah kekerasan fisik 3.982 kasus (41% ). Kekerasan seksual
2.979 kasus (31%), kekerasan psikis 1.404 kasus (15%) dan kekerasan ekonomi
1.244 kasus (13%).
Selanjutnya kasus perkosaan sebanyak 619 kasus, kemudian persetubuhan/eksploitasi
seksual sebanyak 555 kasus.
Dari total 1.210 kasus incest itu, 266 kasus (22%)
dilaporkan ke polisi dan masuk dalam proses pengadilan sebanyak 160 kasus
(13,2%).
Tiga jenis kekerasan paling banyak pada
kekerasan seksual dalam ranah komunitas adalah pencabulan 911 kasus, pelecehan
seksual 708 kasus dan perkosaan 669 kasus.
Dari data
telah di ketahui persentase dari tahun ke tahun semakin meningkat. Inilah salah
satu bukti gagalnya mengentaskan persoalan, jika RUU PKS di sahkan hal itu juga
akan berdampak luar biasa buruknya terhadap masyarakat. Hal ini menjadi acuan
dasar seseorang menolak kebaikan dengan asas HAM atau terkait undang-undang
yang mengatur. Kebaikan perlahan mulai di hilangkan, Agama hanya di jadikan
tinta sejarah saja. Sungguh miris !!
Saat menyampaikan
syiar Islam terkait menutup aurat hal itu bisa mengakibatkan seseorang masuk
penjara. Sungguh luar biasa buruk bukan, jika itu tidak mendorong berbagai
kalangan untuk menolak, perjuangan mereka pun akan semakin gencar. Sudah tau
rezim sekarang anti Islam eh mau-maunya di peralat dengan aturan seperti itu.
RUU PKS mengedepankan
pemaksaan dalam mengatasinya bukan dari eksensinya, hal ini memberikan gambaran
jika RUU PKS di sahkan maka berbagai keburukan merajalela. Proses RUU PKS juga
di back up oleh penumpang gelap yang memiliki tujuan dari pengesahan
undang-undang tersebut. Undang-undang tersebut akan menjerat bagi pasangan yang
halal pula jika ingin berhubungan seksual namun pasangannya merasa enggan
dengan alasan yang syar’i atau rasional, bisa di bayangkan betapa buruknya
undang-undang tersebut.
Maka
sungguh ironis jika masyarakat terutama para pemuda tidak menyuarakan kebenaran
dan santai dalam menghadapi mereka yang berusaha melegalkan undang-undang
tersebut. Pengesahan RUU PKS akan menjadi halangan bagi masa depan. [MO/ra]
Posting Komentar